Ketika dunia baru dimulai, semua masih tampak bersatu. Gunung, sungai, padang pasir, dan hutan masih berada dalam satu daratan yang terbentang tak terpisahkan. Air, angin, api, dan tanah masih bersahabat dengan mahluknya. Bahkan alam memberikan hampir semua yang dibutuhkan manusia saat itu. Begitu asri semua terlihat berkilau dan memberikan aroma sejuk tiap sang matahari muncul.
Kokoto
Land, begitulah orang-orang menyebut tanah ini. Banyak orang berbondong-bondong
datang ke tanah ini untuk menyambung hidupnya. Mereka sangat tergiur dengan apa
yang ada di Kokoto Land ini. Makanan, Air, Obat-obatan, Kayu dan Rotan, serta
udara sejuk yang masih bersih dan murni. Pepohonan tumbuh alami dan sehat di
tanah ini. Binatang ternak terlihat bahagia saat sang penggembala menggiringnya
untuk makan di padang rumput yang terbentang luas di dekat perbukitan. Dan para
penduduk berkebun, bertani, dan menjaring ikan, tak pernah pulang dengan tangan
kosong tiap harinya.
Tiap kota
dan desa di Kokoto Land sangat makmur dengan kemandirian dari sumber daya alam
Kokoto. Terdapat banyak desa di Kokoto land, mereka membangun
desa tersebut secara turun-temurun dari nenek moyang mereka yang terlebih
dahulu menetap di Kokoto Land. Tradisi turun-temurun nenek moyang meraka sangat
di hormati di Kokoto Land. Penduduk Kokoto percaya bahwa nenek moyang mereka
selalu menjaga kedaimaian dan ketentraman serta akan selalu memberikan kekayaan
alam di Kokoto.
Kokoto
land terbagi dari beberapa suku yang mempunyai kepala sukunya masing-masing.
Tiap suku mempunyai aturan dan adatnya masing-masing. Perbedaan tidak membuat
suku-suku di Kokoto Land menjadi pecah dan berperang. Mereka sangat menjunjung
tinggi hukum perdamaian. Tidak ada pembunuhan, perompakan, penjajahan. Semua
terlihat sangat damai dan indah. Hidup di Kokoto Land sangat sempurna.
Namun
itu semua itu adalah kisah lama Kokoto land ratusan tahun lalu. Kokoto Land
sekarang berubah menjadi tanah yang mengerikan. Tiap langkah di tanah itu
sangat menakutkan. Kini Kokoto Land telah berubah menjadi sarang-sarang para
monster. Para Wyvern, Para Reptiles yang senang memakan daging. Entah sejak
kapan monster-moster tersebut menemukan Kokoto Land. Mereka sangat buas, bahkan
penduduk sudah tidak dapat lagi bercocok tanam, berkebun, beternak, dan mencari
ikan di laut lepas dengan bebas karena tiap tanah luas di Kokoto sudah dikuasi
oleh para monster. Para hewan ternak pun terkadang menjadi incaran para monster
yang tak segan menyerang area pemukiman penduduk. Banyak korban yang telah
berjatuhan selama ratusan tahun. Dan sampai sekarang para monster hidup dan
berkeliaran di Kokoto Land.
Namun
seiring berkuasanya para monster, para petinggi suku sepakat membuat sebuah
kelompok. Kelompok yang berisi para ksatria yang bertujuan untuk mengambil alih
kembali kekayaan dan kejayaan Kokoto dari para monster tersebut . Kelompok
tersebut diberi nama “Monster Hunter”. Para pemburu, para pemberani, dan para
pejuang yang harus melawan para monster yang lebih besar 10 kali lipat besarnya
dari mereka. Sudah ratusan tahun juga para “Monster Hunter” ini terbentuk.
Bahkan di pusat kota Kokoto sudah dibangun Akademi Monster Hunter yang
bertujuan untuk membantu dan membimbing para calon ksatria yang datang dari
segala penjuru Kokoto Land demi mempertahankan tanah nenek moyang mereka, suku
mereka, keluarga mereka, dan masa depan anak cucu mereka.
Sebuah
perjuangan...
Sebuah
pertarungan...
Sebuah
pembuktian...
Pembuktian
bahwa mereka tidak akan pernah menyerah...
Monster
hunter.